Indonesian Palm Oil News (IPO News) – Pada periode 1-30 September 2025 Harga Referensi (HR) Crude Palm Oil (CPO) ditetapkan sebesar US$ 954,71 per metrik ton (MT). Ini merupakan kenaikan sekitar 4,81 persen atau US$ 43,80 jika dibandingkan harga periode Agustus 2025 di level US$ 910,91 per MT. Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1845 Tahun 2025, yang sekaligus menjadi dasar pengenaan Bea Keluar (BK) dan tarif layanan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDPKS).
Menurut Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Tommy Andana, harga referensi (HR) sudah jauh di atas ambang batas US$ 680 per MT, pemerintah menetapkan BK sebesar US$ 124/MT serta Pungutan Ekspor (PE) 10 persen dari HR, yakni US$ 95,47/MT, sesuai peraturan Kemendag, 1 September 2025. Keputusan ini menegaskan bahwa momentum kenaikan harga global ikut mengubah struktur pungutan ekspor domestik.
Tingginya kenaikan harga CPO di periode tersebut, disebabkan faktor internal dan eksternal . Dari sisi global, permintaan impor India dan China menjadi pendorong utama. India, sebagai konsumen minyak nabati terbesar di dunia diikuti China, meningkatkan pembelian CPO Indonesia secara signifikan. Hal ini akan memberi tekanan ke arah penguatan harga internasional. Sedangkan, dari sisi domestik, kebijakan biodiesel mandatori B50 membuat sentimen positif di pasar dalam negeri.
Menurut informasi yang diterima majalah Indonesian Palm Oil News (IPO NEWS) dari kementerian terkait, kebijakan program B50 akan berlaku penuh pada 2026, pasar sudah merespons positif rencana tersebut. Saat ini kebutuhan biodiesel nasional sebanyak 15,8 juta kilo liter dan bisa naik hingga 19 juta kiloliter per tahun setelah B50 berjalan.
Harga referensi September 2025 ditetapkan dari rata-rata harga di tiga bursa utama sepanjang periode 25 Juli–24 Agustus 2025. Bursa CPO Indonesia mencatat harga US$ 895,72/MT, Bursa CPO Malaysia mencapai US$ 1.013,70/MT, sementara di Port Rotterdam harga bahkan menyentuh US$ 1.240,12/MT.
Kenaikan HR CPO ke level US$ 954,71/MT sebenarnya menjadi kabar baik bagi industri sawit nasional. Namun di sisi lain, hal ini juga menuntut kebijakan yang hati-hati agar daya saing ekspor tidak terganggu. Tantangan terbesar ke depan ada pada implementasi B50. Kebijakan ini membutuhkan kesiapan subsidi, infrastruktur pencampuran biodiesel, serta koordinasi lintas kementerian. Tanpa itu semua, B50 bisa menimbulkan tekanan baru, bukan hanya pada industri sawit, tetapi juga pada stabilitas energi.
Jika rencana program, B50 bisa dijalankan dengan baik, maka harga domestik bisa memperkuat kemandirian energi berbasis sawit. Kenaikan harga referensi CPO pada September 2025 merupakan hasil kombinasi faktor permintaan impor India, China dan beberapa negara lain . Diharapkan, Indonesia bisa memanfaatkan kenaikan harga ini untuk memperkokoh posisi sawit di pasar global sekaligus mendukung agenda ketahanan energi nasional semakin kuat.
Untuk berlangganan atau informasi lebih lanjut, hubungi: Marketing atau Email
Butuh Buku Riset? Silahkan kunjugi CDMI Consulting




























